Les privat smea surabaya adalah les untuk sekolah menengah kejuruan. Les privat smea surabayasangat penting bagi mereka yang sedang duduk di bangku smk.Les privat smea surabaya juga senantiasa memberikan yang terbaik bagi siswa yang bergabung di dalamnya.
Banyak manfaat yang dapat kita peroleh melalui Les privat smea surabaya ini . Diantaranya bisa meningkat kan prestasi, menambah wawasan, meningkatkan kepercayaan diri dan menumbuhkan rasa pd dalam mengerjakan tugas yang dia lakukan.
Seperti yang kita tahu bahwa smk merupakan jenjang pendidikan selevel dengan SMA. Sehingga dari sisi tingkat kesulitan dalam belajar membuat kita kebingungan sekaligus kelabakan dalam meningkatkan prestasi kita.
Oleh sebab itu kehadiran pendidikan di lingkungan kita harus kita tingkatkan . jangan malah di abaikan. pengabaian terhadap masalah pendidikan membuat hidup kita semakin susah bahkan menyusahkan orang lain.
Silahkan gabung bersama kami lembaga bimbingan belajar suprauno!!!
Alamat yang dapat anda datangi:
1. Jl kedungtarukan baru 4b no 15 surabaya.
2. Jl jaya sedati regency blok L no 1A-1C sidoarjo
Atau menghubungi nomor kami:
1. fleksi : 833 14 333
2. IM3 : 0857 3683 8282
3.Mentari: 08585 24 555 88
Senin, 26 September 2011
Sabtu, 24 September 2011
Dewan Pers Akan Mediasikan Wartawan dan SMA 6
TEMPO Interaktif, Jakarta - Dewan Pers akan mengambil langkah-langkah mediasi usai menerima pengaduan resmi dari wartawan dan SMA 6. "Lusa atau minggu depan kami juga akan minta keterangan dari SMA 6. Kami juga akan undang kepolisian untuk menanyakan sudah sampai mana pengusutannya," kata Bagir Manan, Ketua Dewan Pers, di lantai 7 Gedung Dewan Pers, Selasa 20 September 2011.
Bagir menegaskan tetap akan menegakkan kebebasan pers sesuai dengan prinsip demokrasi. "Segala bentuk kekerasan mengganggu demokrasi," katanya.
Bagir menambahkan kasus kekerasan terhadap wartawan sudah berulang kali terjadi. Padahal peran wartawan sendiri sangat penting untuk melayani kepentingan publik. Karena itu, dia meminta agar setiap orang menghormati kemerdekaan pers. "Barang-barang yang sekarang hilang (kaset rekaman) agar dikembalikan, lalu lingkungan sekolah harus betul-betul mendidik muridnya agar memahami tentang hubungan yang baik dengan wartawan," ujarnya.
Menurut dia, kekerasan kepada wartawan sering terjadi karena banyak masyarakat yang tidak memahami tugas jurnalistik wartawan. Dia sangat menyayangkan kasus kekerasan yang dilakukan pelajar yang merupakan calon intelektual bangsa. "Saya takut kekerasan pelajar ini karena ada sistem pendidikan kita yang salah kurang pendidikan karakter yang baik,” ujarnya.
“Ilmu banyak tidak berguna kalau tidak ada behaviour, attitude yang mengajar disiplin dan tanggung jawab," ujarnya menambahkan.
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menyatakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bisa digunakan jika wartawan yang ada secara aktif sedang melakukan peliputan. Di dalam Pasal 4 ayat 3 tertuang untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Dia menjelaskan, Pasal 18 ayat 1 menyatakan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Agus mengingatkan siapa pun yang tidak puas dengan kinerja wartawan harus melaporkan ke media yang bersangkutan atau melapor ke Dewan Pers. Bukannya melakukan tindakan anarkistis. "Semoga ini menjadi pembelajaran sekolah-sekolah lain saat terjadi hal seperti ini," kata Agus.
ARYANI KRISTANTI
Sumber: tempointeraktif
Bagir menegaskan tetap akan menegakkan kebebasan pers sesuai dengan prinsip demokrasi. "Segala bentuk kekerasan mengganggu demokrasi," katanya.
Bagir menambahkan kasus kekerasan terhadap wartawan sudah berulang kali terjadi. Padahal peran wartawan sendiri sangat penting untuk melayani kepentingan publik. Karena itu, dia meminta agar setiap orang menghormati kemerdekaan pers. "Barang-barang yang sekarang hilang (kaset rekaman) agar dikembalikan, lalu lingkungan sekolah harus betul-betul mendidik muridnya agar memahami tentang hubungan yang baik dengan wartawan," ujarnya.
Menurut dia, kekerasan kepada wartawan sering terjadi karena banyak masyarakat yang tidak memahami tugas jurnalistik wartawan. Dia sangat menyayangkan kasus kekerasan yang dilakukan pelajar yang merupakan calon intelektual bangsa. "Saya takut kekerasan pelajar ini karena ada sistem pendidikan kita yang salah kurang pendidikan karakter yang baik,” ujarnya.
“Ilmu banyak tidak berguna kalau tidak ada behaviour, attitude yang mengajar disiplin dan tanggung jawab," ujarnya menambahkan.
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menyatakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bisa digunakan jika wartawan yang ada secara aktif sedang melakukan peliputan. Di dalam Pasal 4 ayat 3 tertuang untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Dia menjelaskan, Pasal 18 ayat 1 menyatakan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Agus mengingatkan siapa pun yang tidak puas dengan kinerja wartawan harus melaporkan ke media yang bersangkutan atau melapor ke Dewan Pers. Bukannya melakukan tindakan anarkistis. "Semoga ini menjadi pembelajaran sekolah-sekolah lain saat terjadi hal seperti ini," kata Agus.
ARYANI KRISTANTI
Sumber: tempointeraktif
Kurikulum Kejar Target Bisa Jadi Penyebab Tawuran Pelajar
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA) menuding kurikulum pendidikan yang statis dan kejar target menjadi penyebab suburnya tawuran peserta didik sekolah. Kurikulum dinilai tidak menyenangkan dan membuat jenuh. "Siswa melampiaskan kejenuhan ke hal negatif seperti tawuran," kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, Rabu, 21 September 2011.
Arist mengatakan kurikulum pendidikan harus menyenangkan dan memiliki pilihan. Tidak cuma belajar matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. "Harus ada kurikulum pilihan yang menyenangkan bagi siswa," ujarnya.
Bagi Arist, dunia anak itu dunia bermain. Amat kental dengan nilai spontanitas dan semangat. Jika unsur-unsur tadi tidak terpenuhi jangan harap kecerdasan anak tumbuh optimal. "Termasuk kecerdasan emosi," tuturnya.
Dalam pandangannya budaya kekerasan siswa tumbuh dari perilaku orang tuanya sendiri. Banyak kekerasan yang dilihat anak dari perilaku orang tuanya, baik di rumah maupun di jalanan. "Lihat saja umpatan seorang ayah di depan anaknya sendiri kepada sopir angkutan. Itu kasar sekali," kata Arist memberi contoh.
Di sisi lain, tambah dia, dominasi televisi yang menayangkan kekerasan ormas dan elite politik juga turut menanamkan budaya itu ke siswa. "Itulah kenapa siswa gampang terprovokasi."
Menurut Arist, wartawan dan pihak SMA Negeri 6 jangan cuma sebatas saling menuntut. Harus ada restorasi kasus yang membuahkan jalan keluar bagi keduanya. "Kerja wartawan dilindungi. Tapi anak-anak juga harus dilindungi," katanya.
Dua hari lalu terjadi tawuran antara para wartawan dan siswa SMA 6. Tawuran itu merupakan buntut dari insiden pengeroyokan terhadap Oktaviardi, juru kamera Trans 7, yang terjadi Jumat, 16 September 2011. Oktaviardi mengaku dipukuli puluhan siswa SMA 6 usai merekam aksi tawuran SMA 6 dan SMA 70.
HERU TRIYONO
Arist mengatakan kurikulum pendidikan harus menyenangkan dan memiliki pilihan. Tidak cuma belajar matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. "Harus ada kurikulum pilihan yang menyenangkan bagi siswa," ujarnya.
Bagi Arist, dunia anak itu dunia bermain. Amat kental dengan nilai spontanitas dan semangat. Jika unsur-unsur tadi tidak terpenuhi jangan harap kecerdasan anak tumbuh optimal. "Termasuk kecerdasan emosi," tuturnya.
Dalam pandangannya budaya kekerasan siswa tumbuh dari perilaku orang tuanya sendiri. Banyak kekerasan yang dilihat anak dari perilaku orang tuanya, baik di rumah maupun di jalanan. "Lihat saja umpatan seorang ayah di depan anaknya sendiri kepada sopir angkutan. Itu kasar sekali," kata Arist memberi contoh.
Di sisi lain, tambah dia, dominasi televisi yang menayangkan kekerasan ormas dan elite politik juga turut menanamkan budaya itu ke siswa. "Itulah kenapa siswa gampang terprovokasi."
Menurut Arist, wartawan dan pihak SMA Negeri 6 jangan cuma sebatas saling menuntut. Harus ada restorasi kasus yang membuahkan jalan keluar bagi keduanya. "Kerja wartawan dilindungi. Tapi anak-anak juga harus dilindungi," katanya.
Dua hari lalu terjadi tawuran antara para wartawan dan siswa SMA 6. Tawuran itu merupakan buntut dari insiden pengeroyokan terhadap Oktaviardi, juru kamera Trans 7, yang terjadi Jumat, 16 September 2011. Oktaviardi mengaku dipukuli puluhan siswa SMA 6 usai merekam aksi tawuran SMA 6 dan SMA 70.
HERU TRIYONO
sumber : tempointeraktif
Jumat, 23 September 2011
Disendikpora Tunggu Sekolah Serahkan Data Siswa
Solo, CyberNews. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Kota Surakarta menunggu sekolah yang belum menyerahkan data jumlah siswa yang diterima, hingga Agustus. Ditargetkan akhir bulan data tersebut, sudah diterima Dispendikpora.
Kepala seksi kurikulum pendidikan menengah Dispendikpora, Budi Setiono Adi mengungkapkan, pasalnya masih ada sekolah yang belum juga menyerahkan datanya. Meskipun hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di sekolah masing-masing, telah masuk sejak Juli lalu.
"Hingga pertengahan Agustus ini kami masih terus menunggu. Pokoknya akhir bulan sudah selesai," tutur Budi ketika ditemui di sela-sela kegiatan "Cerdas Sermat Bahaya Dampak Nikotin" untuk jenjang sekolah menengah tingkat kota di SMK N 2 Kamis (18/8).
Menurut Budi, data yang ditunggu adalah jumah siswa yang diterima dari dalam maupun dari luar kota. Selain itu juga berapa jumlah rombel masing-masing sekolah.
Dari data tersebut akan dapat diketahui seberapa besar sekolah menerima siswa. Apakah jumlah rombel juga sesuai dengan ketentuan yang tertulis pada petunjuk teknis pelaksanaan PPDB yang telah diterbitkan dispendikpora atau tidak. "Selanjutnya data yang telah terkumpul ini akan kami serahkan ke provinsi. Untuk melaporkan jumlah siswa yang ada di Solo itu sendiri," terang dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika data yang dibutuhkan oleh Dispendikpora itu, akan sangat berguna ketika nantinya ada bantuan pendidikan untuk Solo. Mengingat seperti biasanya, penyerahan bantuan pada masing-masing kota atau kabupaten disesuaikan dengan jumlah peserta didiknya. "Kami harap sekolah yang belum menyerahkan segera.
Biar setiap pekerjaan Dispendikpora bisa tepat pada waktunya." Berbeda, terkait acara "Cerdas Sermat Bahaya Dampak Nikotin" itu Budi mengatakan, jika kegiatan tersebut untuk membangun kesadaran akan bahaya merokok. Setelah mengetahui bahaya-bahaya rokok, peserta didik yang juga merokok dapat berhenti. Serta bisa memberikan pengertian pada teman lainnya.
"Karena pengaruh rokok sendiri bisa mengurangi konsentrasi belajar. Dan jangan sampai itu terus menerus terjadi. Biar ke depan prestasi peserta didik, khususnya di Solo bisa lebih baik lagi dibandingkan sebelumnya," pungkas dia.
( Asep Abdullah / CN32 / JBSM )
sumber: suaramerdeka.com
Kepala seksi kurikulum pendidikan menengah Dispendikpora, Budi Setiono Adi mengungkapkan, pasalnya masih ada sekolah yang belum juga menyerahkan datanya. Meskipun hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online di sekolah masing-masing, telah masuk sejak Juli lalu.
"Hingga pertengahan Agustus ini kami masih terus menunggu. Pokoknya akhir bulan sudah selesai," tutur Budi ketika ditemui di sela-sela kegiatan "Cerdas Sermat Bahaya Dampak Nikotin" untuk jenjang sekolah menengah tingkat kota di SMK N 2 Kamis (18/8).
Menurut Budi, data yang ditunggu adalah jumah siswa yang diterima dari dalam maupun dari luar kota. Selain itu juga berapa jumlah rombel masing-masing sekolah.
Dari data tersebut akan dapat diketahui seberapa besar sekolah menerima siswa. Apakah jumlah rombel juga sesuai dengan ketentuan yang tertulis pada petunjuk teknis pelaksanaan PPDB yang telah diterbitkan dispendikpora atau tidak. "Selanjutnya data yang telah terkumpul ini akan kami serahkan ke provinsi. Untuk melaporkan jumlah siswa yang ada di Solo itu sendiri," terang dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika data yang dibutuhkan oleh Dispendikpora itu, akan sangat berguna ketika nantinya ada bantuan pendidikan untuk Solo. Mengingat seperti biasanya, penyerahan bantuan pada masing-masing kota atau kabupaten disesuaikan dengan jumlah peserta didiknya. "Kami harap sekolah yang belum menyerahkan segera.
Biar setiap pekerjaan Dispendikpora bisa tepat pada waktunya." Berbeda, terkait acara "Cerdas Sermat Bahaya Dampak Nikotin" itu Budi mengatakan, jika kegiatan tersebut untuk membangun kesadaran akan bahaya merokok. Setelah mengetahui bahaya-bahaya rokok, peserta didik yang juga merokok dapat berhenti. Serta bisa memberikan pengertian pada teman lainnya.
"Karena pengaruh rokok sendiri bisa mengurangi konsentrasi belajar. Dan jangan sampai itu terus menerus terjadi. Biar ke depan prestasi peserta didik, khususnya di Solo bisa lebih baik lagi dibandingkan sebelumnya," pungkas dia.
( Asep Abdullah / CN32 / JBSM )
sumber: suaramerdeka.com
Langganan:
Postingan (Atom)