Sabtu, 24 Januari 2015

Mabuk Lem Dianggap Tren

Kenakalan remaja di Kota Minyak kian mengkhawatirkan. Menghirup lem sepertinya sudah jadi konsumsi sehari-hari sejumlah pelajar. Bahkan mereka ramai-ramai ngelem dengan sesama teman.
 
DELAPAN pelajar SMP di Kota Minyak ini tampak asyik ngelem di sebuah rumah, kawasan Gunung Sari, Balikpapan Kota, Kamis (8/1). Dari jumlah itu, lima di antaranya adalah perempuan. Mereka tak sadar bahwa aktivitas para pelajar ini tengah diintai oleh petugas Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Balikpapan.

Mereka silih berganti menghirup lem yang biasanya sebagai perekat kayu atau sepatu. Ada yang sudah teler, sementara sisanya masih terus menghirup. Saat petugas Satpol PP menggerebek sekitar pukul 16.00 Wita, mereka pun panik. Terlebih salah seorang pelajar perempuan, berinisial A (14) yang ikut diamankan saat penggerebekan tersebut.

Ya, A merupakan pemilik rumah. Dia berani mengajak teman-temannya ngelem di rumahnya, karena orangtua A sedang keluar. Ayah A diketahui bekerja sebagai pekerja tambang. Tiga pelajar pria yakni Ar, Ts, dan Sa tak membantah sering mengelem. Biasa mereka ngelem selepas pulang sekolah.

Pelajar yang kerap menghirup lem sepertinya sudah dianggap tren. Umumnya mereka masih duduk di bangku SD hingga SMA. Dari data dihimpun Kaltim Post, total lebih 100 anak pernah diamankan karena ngelem selama enam bulan terakhir di Balikpapan. “Paling banyak laki-laki, perempuan juga ada,” ungkap Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Fajar Setiawan.

Salah seorang pelajar di Balikpapan, sebut saja, Anto (14), warga Gunung Sari Ilir, Balikpapan Tengah. Ia mulai menghirup lem sejak kelas VI SD. “Awalnya coba-coba dengan teman yang sudah SMP,” akunya saat ditemui di Polsek Balikpapan Utara belum lama ini karena kedapatan ngelem.

Bila sudah menghirup aroma lem, sedikit pusing kemudian melamun. “Bisa berkhayal yang enak-enak, kaya makan enak, tidur enak, dan lainnya,” kata bungsu empat saudara ini. Orangtuanya yang keseharian sebagai pedagang di Pasar Blauran, Klandasan ini, awalnya tidak mengetahui Anto langganan ngelem.

“Tahunya waktu saya ditangkap Pak Polisi, mereka (orangtua) dipanggil. Saya kena marah habis-habisan, sekarang kalau mau ngelem, sembunyi,” sebutnya.

Lokasi ia ngelem tak menentu, biasanya di lokasi sepi. Pinggir Pantai Melawai, pinggir jalan, dan pos satpam. “Pernah juga di Lapangan Merdeka, satu kaleng bisa habis dalam empat hari,” kata pelajar kelas 2 SMP ini, tersenyum.

Sampai kini, Anto tetap langganan lem. Cara mengonsumsinya, lem kaleng dibungkus plastik, isinya dikeluarkan, kemudian dihirup dari dalam plastik tadi.

Sementara itu, Kapolsek Balikpapan Utara AKP Sarbini mengungkapkan, risiko yang terjadi adalah kerusakan pada sistem saraf, organ pernapasan, paru-paru, dan otak. Ini berbahaya seperti narkoba. Namun, karena harganya murah dan barang legal, menjadi sarana alternatif untuk mabuk.

Adapun psikiater Dradjat Witjaksono menyebut, lem yang dihirup tersebut, mengandung sejumlah kandungan kimia berbahaya. Bahan kimia tersebut juga mestinya bukan untuk keperluan perkembangan tubuh. Jika terhirup, maka akan menyebabkan tubuh lesu, nafsu makan berkurang hingga menyerang bagian saraf. Dampak jangka panjangnya, gangguan kejiwaan.

Dampak terhadap fisik lainnya, yaitu pengisap biasanya akan merasa sakit jika menelan sesuatu. Terhirupnya bahan kimia lem ini, akan membuat penggunanya disorientasi. Ciri-cirinya, yaitu lambat dalam berpikir dan kerap berhalusinasi. Kondisi ini yang membuat aktivitas ngelem tak jauh berbeda dengan penggunaan narkoba. “Seolah-olah pengguna lem ini ingin belajar untuk menggunakan narkoba,” katanya.

Biasanya, kata dia, aktivitas menghirup lem sekitar 15 hingga 30 menit. Efek yang timbul bisa seperti kejang-kejang. Jika sampai kesulitan bernapas, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan kematian. Semua kandungan kimia pada lem sangat berbahaya untuk tubuh. “Jika sudah terganggu jiwanya, maka korban bisa tidak segan-segan melakukan perbuatan kriminal. Kondisi inilah yang sangat dikhawatirkan,” ungkapnya. (aim/qi/k15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar